Beritahukumkriminal

Sister Hong Lombok Bocorkan Alasan Hijab, Cerita Masa Kecil Dibully & Hidup di Tengah Broken‑Home

malangtoday.id – Dea Lipa, viral sebagai “Sister Hong Lombok”, sebenarnya bernama Deni Apriadi Rahman. Ia berasal dari Desa Mujur, Lombok Tengah, NTB. Dalam kesehariannya sebagai Make Up Artist (MUA), Deni tampil feminin dengan hijab, riasan halus, dan tutur lembut yang membuat banyak klien perempuan percaya padanya.

Publik terkejut ketika akun Instagram @nasikrawumataram membongkar identitas aslinya.Banyak klien syok mengetahui bahwa Deni adalah pria, karena mereka selama ini percaya sedang dirias oleh perempuan berhijab. Reaksi itu memicu perbincangan hangat di masyarakat dan menimbulkan kontroversi seputar identitasnya.

Alasan Pakai Hijab

Deni menjelaskan bahwa hijab dan pakaian wanita bukan untuk menipu. Ia memakai hijab sebagai ekspresi diri karena kagum pada keanggunan dan kelembutan. Hijab menurutnya melambangkan kecantikan, kehormatan, dan kelembutan.

Setelah kasus viral, Deni melepas hijab dan berjanji tidak akan memakainya lagi.

Masa Kecil Penuh Bullying

Deni tumbuh dalam keluarga broken-home. Kedua orang tuanya bekerja sebagai pekerja migran, sehingga nenek dari pihak ibu membesarkannya. Saat berusia 10 tahun, kecelakaan merusak pendengarannya dan membatasi kemampuan komunikasinya. Kejadian ini menjadi titik awal berbagai tantangan yang harus ia hadapi sejak kecil.

Kondisi itu memicu teman-temannya untuk membully Deni di sekolah. Ia merasa terisolasi, tidak mendapat banyak dukungan, dan hanya menyelesaikan pendidikan hingga SD. Ketika neneknya meninggal saat ia duduk di kelas 6, Deni harus belajar bertahan hidup sendiri dan mencari cara untuk bangkit menghadapi hidup.

Karier MUA dan Bangkitnya Kepercayaan Diri

Karier Deni sebagai MUA lahir dari keinginan mengekspresikan diri. Ia belajar merias sendiri lewat video YouTube. Lewat pekerjaan itu, Deni menemukan percaya diri yang hilang dan mampu mandiri.

Saat tampil sebagai “Dea Lipa”, Deni selalu memperhatikan detail: hijab rapi, make up lembut, dan sikap lembut. Penampilannya membuat banyak klien merasa nyaman.

Reaksi Publik dan Kontroversi

Salah satu pengantin mengaku pernah berganti pakaian di hadapannya, percaya bahwa Dea adalah perempuan. Klien lain menyesal mengetahui sosok MUA ternyata pria.

Beberapa klien melaporkannya ke Majelis Ulama Indonesia (MUI), menilai penyamarannya menyentuh norma agama. Ada yang menyebut Deni pernah sholat dengan mukena demi menjaga citra religius. Publik ramai menyerukan agar tokoh agama dan aparat menindak tindakan ini.

Pertanyaan Moral dan Sosial

Kasus ini menimbulkan pertanyaan:

  • Apakah penyamaran identitas bisa diterima sebagai ekspresi diri atau melampaui etika?

  • Seberapa besar kepercayaan klien pada sosok yang meyakinkan secara fisik bisa menjadi risiko?

  • Bagaimana norma agama dan sosial menanggapi fenomena identitas di era digital?

Kisah Sister Hong Lombok menunjukkan bahwa persona online bisa meyakinkan. Di sisi lain, pengalaman hidup yang membentuk sosok itu tetap tersembunyi, karena di balik riasan dan hijab tersimpan cerita hidup yang tak banyak diketahui.

Kesimpulan

Deni Apriadi Rahman, viral sebagai Sister Hong Lombok, menjelaskan hijab yang dipakainya bukan tipuan, tapi ekspresi diri yang lahir dari pengalaman masa kecil penuh luka. Profesi MUA membantunya bangkit dari masa lalu, memberikan rasa percaya diri dan kesempatan mengekspresikan diri. Namun, kontroversi publik kemudian muncul dan membuat kisahnya semakin rumit, menyisakan tantangan baru yang harus ia hadapi.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button