
Malangtoday.id – Dr. Tan Shot Yen ialah dokter yang mendalami gizi masyarakat dan aktif sebagai intelektual publik. Dia punya perjalanan pendidikan medis dan multidisipliner yang memperkuat kapasitasnya berbicara soal kebijakan kesehatan publik.
Dalam sebuah Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi IX DPR RI, Dr. Tan mengkritik keras program Makan Bergizi Gratis (MBG). Dia menyatakan bahwa menu MBG saat ini sering menggunakan pilihan pangan ala Barat atau makanan olahan ultra-processed—seperti burger, spageti, mie instan—yang menurutnya tidak sesuai kebutuhan gizi anak sekolah di berbagai daerah.
Dr. Tan menuntut agar menu MBG lebih banyak menggunakan pangan lokal, lebih segar, dan tidak bergantung pada produk industri. Ia mengajak agar 80% komposisi menu berasal dari bahan pangan daerah setempat.
Protes Keras terhadap Menu MBG
Dr. Tan juga mempertanyakan logika memasukkan burger ke dalam menu MBG di sekolah dasar sebagai “makanan bergizi gratis.” Menurutnya, penggunaan burger malah bisa memicu masalah gizi buruk atau malnutrisi—ketika kualitas bahan, cara penyimpanan, dan kandungan nutrisi tidak diperhatikan.
Kritiknya cepat viral di media sosial. Banyak orang mendukung agar program MBG dievaluasi dan diperbaiki, terutama karena isu kesehatan anak dan efektivitas investasi pemerintah untuk gizi masyarakat.
Latar Belakang Pendidikan & Karier
Dr. Tan Shot Yen menyelesaikan studi kedokteran di Universitas Tarumanegara antara tahun 1983–1990. Setelah itu, ia mengembangkan karier dan pengetahuan medis—termasuk di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Ia pun memperluas wawasan ke bidang lain: studi instructional physiotherapy di Australia, dan diploma penyakit menular & HIV/AIDS di Thailand. Kemudian Dr. Tan mengambil studi filsafat di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara.
Gabungan latar belakang kedokteran, gizi masyarakat, dan filsafat memberinya kemampuan menelaah kebijakan kesehatan dengan pendekatan ilmiah dan etis. Dia aktif menulis kolom kesehatan, tampil di media, dan sering menjadi pembicara publik tentang gizi dan kebijakan pangan.
Rekomendasi Dr. Tan agar MBG Lebih Tepat Sasaran
Dr. Tan tidak cuma mengkritik; dia memberi sejumlah rekomendasi konkret. Berikut langkah yang dia usulkan:
-
Utamakan wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar)
Pemerintah perlu memprioritaskan distribusi dan pelaksanaan MBG di daerah-daerah paling butuh, bukan sekadar kota besar. -
Modifikasi kantin sekolah menjadi dapur MBG (SPPG)
Kantin lokal bisa diubah menjadi Satuan Penyedia Pangan Gratis (SPPG). Dengan pelatihan tenaga gizi dari puskesmas serta pengawasan rutin, kantin lokal bisa menyajikan menu bergizi berkualitas. -
Transparansi keuangan dan mekanisme distribusi
Publik harus punya akses ke data penggunaan dana, lokasi SPPG, dan mekanisme distribusi agar tak muncul praktik tak sehat atau korupsi. -
Gunakan pangan lokal hingga 80 % dan hentikan olahan industri
Menu MBG wajib dominan berbahan lokal. Bahan beku dan produk industri hanya boleh dalam porsi kecil dan sangat terkontrol. -
Seleksi tenaga ahli gizi kompeten
Operasional MBG harus melibatkan ahli gizi yang punya kapabilitas ilmiah. -
Edukasi ke penerima manfaat
Anak dan masyarakat penerima MBG perlu edukasi soal gizi, memilih bahan pangan sehat, dan membatasi konsumsi produk industri olahan.
Pengaruh Kritik Dr. Tan terhadap Kebijakan Gizi
Kritik Dr. Tan mendorong polemik publik dan membuat DPR serta instansi terkait lebih waspada terhadap kualitas menu MBG. Pemerintah jadi terdesak untuk menjelaskan mekanisme pemilihan bahan, keamanan pangan, serta efektivitas anggaran.
Karena fokus Dr. Tan pada penggunaan pangan lokal dan pengawasan ketat, publik kini ikut menyoroti:
-
Apakah MBG selama ini benar-benar menjangkau anak-anak yang membutuhkan?
-
Apakah bahan asal lokal sudah diperhatikan dari segi kualitas gizi dan higienitas?
-
Sejauh mana lembaga pengawas dan audit keuangan ikut memastikan uang publik tak disalahgunakan?
Dr. Tan Shot Yen menegaskan bahwa program kesehatan publik seperti MBG tak bisa dijalankan sekadar untuk peta citra. Ia menuntut agar setiap kebijakan makan anak bangsa menyertakan aspek ilmiah, etika, kualitas lokal, dan akuntabilitas. Kritik kerasnya membuka kesempatan evaluasi mendalam agar generasi masa depan bisa tumbuh sehat — bukan malah terkena dampak buruk menu asal-asalan.