BeritaPeristiwa

Profil Hambali: Dalang Bom Bali yang Kini Menanti Pengadilan

Malangtoday.id – Encep Nurjaman, yang lebih dikenal dengan nama Riduan Isamuddin atau Hambali, menonjol sebagai salah satu tokoh paling kontroversial dalam sejarah terorisme Asia Tenggara. Hambali memimpin Jemaah Islamiyah (JI), kelompok militan yang berafiliasi dengan Al-Qaeda, dan merencanakan serangkaian serangan teror, termasuk Bom Bali 2002 yang menewaskan lebih dari 200 orang. Setelah hampir dua dekade ditahan, pengadilan kini menghadirkannya di Guantanamo Bay

Latar Belakang Hambali

Lahir pada tahun 1964 di Sukamanah, Cianjur, Jawa Barat, Hambali berasal dari keluarga petani. Sejak muda, ia menunjukkan minat dalam studi agama dan aktif dalam kegiatan keislaman. Pada usia 19 tahun, ia pergi ke Afghanistan untuk bergabung dengan mujahidin yang melawan invasi Uni Soviet. Di sana, ia bertemu dengan tokoh-tokoh penting seperti Osama bin Laden, yang kemudian mempengaruhi pandangannya tentang jihad global.

Setelah kembali ke Indonesia, Hambali bergabung dengan Jemaah Islamiyah dan menjadi salah satu pemimpin utamanya.

Peran dalam Bom Bali 2002

Pada 12 Oktober 2002, tiga ledakan bom mengguncang kawasan Kuta, Bali, menargetkan dua klub malam yang populer di kalangan wisatawan asing. Serangan tersebut menewaskan 202 orang, termasuk 88 warga negara Australia, dan melukai lebih dari 200 lainnya. Investigasi mengungkap bahwa serangan ini direncanakan oleh Hambali bersama dengan anggota JI lainnya, seperti Imam Samudra dan Mukhlas.

Penangkapan dan Penahanan

Setelah serangkaian serangan teror, Hambali menjadi buronan internasional. CIA dan aparat keamanan Thailand menangkapnya pada 11 Agustus 2003 di Ayutthaya, Thailand. Petugas diduga menyiksanya selama penahanan awal di fasilitas rahasia CIA. Pada 2006, pihak militer AS memindahkan Hambali ke penjara Guantanamo Bay, Kuba, dan menahan dia tanpa dakwaan resmi hingga saat ini.

Rencana Persidangan di Guantanamo Bay

Pada Januari 2024, dua warga negara Malaysia, Mohammed Nazir Bin Lep dan Mohammed Farik Bin Amin, yang juga terlibat dalam serangan tersebut, mengaku bersalah atas konspirasi dalam pemboman Bali dan setuju untuk memberikan kesaksian melawan Hambali.

Indonesia, negara asal Hambali, sebelumnya menolak untuk menerima kembali warganya tersebut. Namun, pada Januari 2025, pemerintah Indonesia menyatakan pertimbangan untuk memulangkan Hambali setelah ia menjalani persidangan. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Yusril Ihza Mahendra, menegaskan bahwa meskipun masa kedaluwarsa untuk beberapa kasus telah habis, negara memiliki kewajiban untuk merawat warganya. Pembicaraan mengenai repatriasi ini masih dalam tahap awal dan memerlukan persetujuan dari pemerintah AS.

Dampak dan Warisan

Serangan Bom Bali 2002 meninggalkan luka mendalam bagi masyarakat Indonesia dan dunia internasional. Selain menewaskan banyak korban, serangan ini juga menyoroti ancaman terorisme global dan pentingnya kerjasama internasional dalam penanggulangannya.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button