
Malangtoday.id – gedung musala Pondok Pesantren Al Khoziny di Sidoarjo runtuh saat santri menjalankan salat Ashar. Banyak yang terperangkap di reruntuhan dan puluhan orang meninggal dunia.
Setelah peristiwa itu, keluarga korban memaksa agar aparat hukum segera bertindak. Mereka menolak agar kasus itu berhenti sebagai insiden alam biasa.
Keluarga korban minta keadilan tegas
Keluarga korban memanggil aparat penegak hukum agar memproses kasus ini secara menyeluruh dan terbuka. Mereka menyebut potensi kelalaian manusia sebagai penyebab utama runtuhnya gedung. Seorang paman dari empat santri yang tewas menegaskan bahwa ia menerima banyak tekanan, tapi ia tetap menuntut agar tak ada yang lolos. (berita terbaru)
Keluarga menyebut bahwa pengurus pesantren wajib mempertanggungjawabkan pembangunan gedung.
Menurut keluaran kantor polisi setempat, Polda Jawa Timur menegaskan bahwa proses hukum akan mereka jalankan setelah identifikasi korban selesai. Polisi sudah memulai tahap penyelidikan dan berencana menaikkan kasus ke tahap penyidikan.
Polisi mulai menyelidiki dan bergerak cepat
Polda Jatim menyatakan bahwa mereka akan memproses kasus itu tanpa kecuali. Mereka akan memeriksa siapa saja yang terlibat dalam pengerjaan gedung. Kabid Humas Polda menyebut bahwa status penyelidikan sudah aktif, dan setelah itu diumumkan pihak-pihak yang berstatus tersangka.
Tim DVI (Disaster Victim Identification) masih bekerja untuk mengidentifikasi jenazah agar bisa diserahkan ke keluarga. Proses identifikasi berjalan hati-hati agar tidak terjadi salah serah.
Polisi juga memeriksa struktur bangunan, material yang digunakan, dan apakah pembangunan mematuhi standar teknik. Mereka mencari penyebab langsung serta pihak-pihak yang lalai.
Potensi kesalahan dan kelalaian struktur
Keluarga korban menyoroti dugaan kelalaian pengurus pesantren dalam proyek pembangunan. Mereka menuduh bahwa pengawasan teknis lemah dan pengurus memakai material yang tidak sesuai standar agar biaya tetap rendah. Data santri yang tidak diperbarui memperparah proses evakuasi ketika bencana terjadi.
Insiden ini memunculkan pertanyaan serius: apakah struktur gedung sebelumnya sudah rusak? Apakah arsitek atau kontraktor melakukan kesalahan perhitungan beban?
Harapan keluarga dan langkah ke depan
Keluarga korban berharap agar aparat penegak hukum tak lemah pada tekanan.
Mereka meminta agar kasus ini menjadi titik balik pengawasan bangunan keagamaan di Indonesia. Pemerintah daerah dan kementerian terkait harus mengevaluasi izin, pengawasan, dan sanksi bagi pesantren yang abai.