
Malangtoday.id – Indonesia menjalankan diplomasi agresif dalam sidang Commission for the Conservation of Southern Bluefin Tuna (CCSBT) ke-32. Pemerintah menuntut pertambahan kuota tangkapan tuna sirip biru karena alokasi saat ini sangat kecil dibanding potensi dan peran Indonesia sebagai wilayah pemijahan.
Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, menyatakan bahwa kuota yang diterima Indonesia saat ini sekitar 1.300–1.366 ton per tahun masih jauh dari proporsional.
Trenggono menyebutkan bahwa Indonesia hanya menguasai sekitar 5,4 % dari total kuota tuna sirip biru, sementara Australia dan Jepang masing-masing meraih sekitar 35 %.
Arah Negosiasi dan Tantangan
Pemerintah sudah membuka komunikasi intens dengan delapan negara anggota CCSBT dan sekretariat. Trenggono menargetkan peningkatan kuota sebesar 15 % sebagai langkah awal.
Namun, negara-negara dengan kuota besar tentu akan menahan perubahan drastis. Pemerintah Indonesia menghadapi tantangan persuasi untuk mengubah sistem alokasi agar lebih berpihak pada negara berkembang.
Selain itu, Indonesia harus meyakinkan anggota CCSBT bahwa penambahan kuota tidak akan merusak populasi tuna. Pemerintah menekankan komitmen kuat terhadap konservasi laut. Dalam dokumen penawaran, Indonesia menyebut penggunaan sistem pemantauan elektronik, pencatatan digital, dan penelitian ilmiah untuk mendukung pengelolaan berkelanjutan.
Alasan Utama Indonesia Mendesak Kuota Tambahan
1. Zona Pemijahan Spesies
Perairan Indonesia termasuk kawasan penting untuk pemijahan tuna sirip biru. Menjaga ekosistem tersebut berarti Indonesia berperan sebagai penjamin regenerasi stok.
2. Keadilan Alokasi
Sementara negara maju mendapatkan porsi besar di CCSBT, Indonesia yang secara ekologi turut menopang stok tuna justru mendapat alokasi kecil.
3. Peningkatan Kesejahteraan Nelayan
Kuota lebih besar berarti potensi hasil yang lebih tinggi untuk nelayan, ekspor, dan pendapatan sektor kelautan nasional.
4. Dukungan Teknis
Indonesia telah menyiapkan sistem pemantauan modern dan kebijakan pengelolaan berkelanjutan. Ini membuktikan keseriusan dalam menerapkan kuota yang bertanggung jawab.
Potensi dan Risiko
Jika CCSBT menyetujui kuota 3.000 ton, Indonesia bisa meningkatkan pangsa pasar global ikan tuna sirip biru. Ini berdampak positif bagi ekspor dan industri perikanan nasional.
Overfishing bisa merusak stok, mengancam keberlanjutan spesies. Karena itu, segala tambahan kuota harus disertai regulasi pengawasan, sanksi, dan riset populasi berkala.
Kesimpulan: Momentum Indonesia untuk Keadilan Kuota
Pemerintah RI bergerak aktif dalam sidang CCSBT untuk memperjuangkan haknya. Trenggono dan jajarannya mengusulkan kuota meningkat hingga 3.000 ton agar alokasi tuna sirip biru lebih adil.
Keberhasilan diplomasi ini tergantung pada persuasi dan kerja sama negara anggota. Selama Indonesia menjaga komitmen konservasi dan transparansi, negara punya peluang kuat memperoleh kuota yang lebih proporsional.