bencanaBeritaEkonomi

Kerugian Akibat Banjir ≈ Rp200 Triliun, DPR Mendesak Pemerintah Segera Tetapkan Status Bencana Nasional

malangtoday.id – Banjir bandang dan tanah longsor menghantam beberapa provinsi di Pulau Sumatra — terutama Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat — sejak akhir November 2025. Korban jiwa terus bertambah. Terakhir, pihak berwenang mencatat sedikitnya 712 orang tewas dan ratusan warga dinyatakan hilang. Dampak fisik menyebar luas: ribuan rumah rusak parah, jalan-jembatan rusak, dan akses logistik terputus.

Hampir 3,3 juta jiwa terdampak langsung oleh banjir besar ini. Ribuan keluarga terpaksa mengungsi. Infrastruktur vital tergerus, komunikasi dan transportasi tertunda. Banyak komunitas terisolasi. Kondisi ini memperparah penderitaan warga dan memperlambat upaya tanggap darurat.

Estimasi Kerugian Capai Rp200 Triliun

Anggota Komisi VIII DPR RI meyakini bahwa kerugian materi akibat bencana di Sumatra tembus sekitar Rp200 triliun. Pernyataan ini menegaskan bahwa skala kerusakan jauh melampaui perhitungan semula. Komisi ini menunjuk faktor pemanfaatan lahan dan pengelolaan hutan yang lemah sebagai penyebab utama bencana ekologis.

Sebelumnya, lembaga riset independent Center of Economic and Law Studies (Celios) memperkirakan kerugian ekonomi dari banjir dan longsor mencapai sekitar Rp68,6–68,7 triliun. Perhitungan menimbang dampak kerusakan rumah, jembatan, pendapatan keluarga, kehilangan panen, dan kerusakan jalan. Namun, angka dari DPR jauh lebih besar — menunjukkan bahwa dampak riil mungkin lebih luas dan mendalam dari estimasi awal.

Kerugian materi dan ekonomi yang besar ini menunjukkan bahwa kerusakan merembet ke banyak sektor: hunian, pertanian, perdagangan, transportasi, hingga pendapatan masyarakat.

DPR Mendesak Status Bencana Nasional Segera Ditetapkan

Karena skala kerusakan dan korban sangat besar, DPR mendesak pemerintah pusat segera menetapkan status bencana nasional untuk wilayah terdampak. Penetapan ini penting untuk memperjelas komando penanganan, mempercepat alokasi dana bantuan, serta memobilisasi sumber daya dari pusat.

Beberapa anggota legislatif menyatakan penetapan status nasional harus dilakukan setelah masa tanggap darurat usai dan memasuki tahap rehabilitasi serta rekonstruksi. Mereka yakin bahwa dengan status tersebut, koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah akan lebih efektif.

Desakan ini muncul karena banyak daerah terdampak kewalahan menanggung beban sendiri. Infrastruktur lumpuh, logistik sulit dijalankan, dan pemulihan terbentur keterbatasan anggaran serta kapasitas daerah.

Krisis Ekologis & Urgensi Tata Kelola Lingkungan Baru

Banjir dan longsor bukan sekadar akibat cuaca ekstrem. DPR dan berbagai organisasi lingkungan menyatakan bahwa praktik alih fungsi lahan — seperti deforestasi, penebangan ilegal, dan konversi hutan — ikut memicu bencana besar ini.

Dengan hilangnya tutupan hutan, fungsi ekologi hancur. Tanah kehilangan daya serap air, aliran sungai meluap lebih cepat, dan longsor lebih mudah terjadi. Akibatnya, hujan intensitas sedang sekalipun bisa memicu banjir bandang.

Bencana ini menjadi alarm keras: Indonesia harus segera memperbaiki cara kelola lingkungan. Pemerintah perlu meninjau ulang izin pemanfaatan lahan, menghentikan deforestasi, dan memperkuat regulasi tata ruang serta konservasi lingkungan.

Jalan Pemulihan: Prioritaskan Bantuan, Rekonstruksi, dan Pencegahan

Kini prioritas utama: evakuasi korban, distribusi bantuan pangan, air bersih, obat, dan tempat tinggal sementara. Pemerintah pusat bersama daerah perlu segera menyalurkan bantuan dari luar zona terdampak, terutama ke kawasan terpencil.

Setelah itu, rehabilitasi harus dimulai — membangun kembali rumah, jalan, dan jembatan. Pemerintah perlu merancang program rekonstruksi jangka panjang agar hunian dan infrastruktur lebih tahan bencana.

Selain itu, pencegahan harus menjadi landasan: menerapkan pengelolaan hutan berkelanjutan, reforestasi, dan peraturan ketat untuk pemanfaatan lahan.

Kesimpulan

Banjir dan longsor di Sumatra menimbulkan tragedi kemanusiaan dan kerugian ekonomi luar biasa. Dengan korban jiwa yang banyak, kerusakan meluas, dan kerugian materi sampai ratusan triliun rupiah — penetapan status bencana nasional bukan lagi pilihan, melainkan keharusan.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button