Misteri di Atas Air: Ritasi dan Jampi-Jampi Dukun Jalu dalam Pacu Jalur

Malangtoday.id – Pacu Jalur bukan sekadar lomba dayung biasa. Ini adalah sebuah euforia, sebuah warisan budaya yang telah mengalir dalam darah masyarakat Riau, khususnya di sepanjang Sungai Kuantan, selama berabad-abad. Setiap tahun, festival olahraga tradisional ini memikat ribuan penonton yang menyaksikan puluhan perahu panjang, atau yang disebut Jalur, melesat bak panah di atas air. Namun, di balik gemuruh sorak penonton dan hentakan dayung yang perkasa, tersembunyi sebuah dunia lain yang penuh misteri: dunia di mana kekuatan fisik bertemu dengan kekuatan magis, dan di mana seorang figur kunci, sang Dukun Jalu atau Tukang Riwayat, memainkan perannya.
Apa Itu Pacu Jalur? More Than Just a Race
Sebelum menyelami dunia mistis, penting untuk memahami esensi Pacu Jalur. Jalur adalah perahu panjang yang terbuat dari kayu utuh, panjangnya bisa mencapai 25 hingga 30 meter dan memuat hingga 50-60 pendayung. Pacu Jalur adalah puncak dari segala kerja keras dan persiapan panjang. Ini adalah ajang prestise, di mana kehormatan sebuah kampung atau nagari dipertaruhkan. Kemenangan bukan hanya tentang piala, tetapi tentang kebanggaan kolektif yang tak ternilai harganya.
Sang Arsitek di Balik Layar: Mengenal Dukun Jalu
Dalam konteks Pacu Jalur, Dukun Jalu bukanlah dukun dalam pengertian yang sering diasosiasikan dengan hal-hal negatif. Ia lebih tepat disebut sebagai Tukang Riwayat atau pawang. Ia adalah seorang ahli, seorang tetua yang dihormati, yang pengetahuannya diturunkan dari generasi ke generasi. Tugasnya sangat krusial dan dimulai jauh sebelum hari perlombaan tiba.
Tugas-Tugas Sakral Seorang Dukun Jalu:
-
Memilih Kayu yang Tepat: Sebelum jalur dibuat, sang dukun akan masuk ke hutan untuk mencari kayu yang tepat (biasanya kayu banio atau laban). Ia tidak hanya melihat fisik kayu, tetapi juga “menghitung” riwayat dan “jiwa” kayu tersebut melalui mantra-mantra tertentu.
-
Memimpin Ritual Pembuatan Jalur: Setiap pahatan, setiap ketukan palu pada proses pembuatan jalur, diiringi dengan pantangan (pantang) dan ritual tertentu yang dipimpin oleh dukun jalu. Tujuannya adalah agar roh kayu bersedia “bekerja sama” dan menjadi jalur yang tangguh dan cepat.
-
“Mengisi” Jalur dengan Kekuatan: Inilah inti dari perannya. Melalui serangkaian ritual dan pembacaan jampi-jampi (mantra), sang dukun diyakini memberikan “nyawa” tambahan pada jalur. Mantra ini bertujuan untuk membuat jalur menjadi ringan seperti kapas di air, namun kuat menghantam ombak.
Aksi Puncak: Membaca Mantra di Pinggir Sungai Sebelum Bertanding
Saat hari perlombaan tiba, suasana mistis semakin terasa. Sebelum jalur turun ke air, sang Dukun Jalu akan melakukan ritual terakhirnya. Ia akan mendekati jalur, seringkali dengan membakar kemenyan, dan membisikkan mantra-mantra penguat langsung kepada badan perahu dan kepada para pendayung.
Dalam keriuhan massa di tepian Sungai Kuantan, anda mungkin bisa melihatnya. Seorang lelaki tua dengan konsentrasi penuh, tangannya mengelus sisi jalur, matanya terpejam, dan bibirnya komat-kamit membaca jampi-jampi andalan. Aksi ini bukan untuk pertunjukan, tetapi merupakan momen yang sangat sakral dan penuh keyakinan. Ia meminta izin dan berkat dari alam agar jalur yang ia rawat dari hutan hingga menjadi perahu perkasa ini dapat melesat dengan kencang dan selamat.
Isi mantra tersebut biasanya rahasia, hanya diketahui oleh sang dukun dan penerusnya. Namun, secara umum, mantra berisi permohonan kepada Yang Maha Kuasa dan penghormatan kepada leluhur serta penunggu alam agar memberikan kekuatan, kecepatan, dan melindungi dari celaka.
Kontroversi dan Dinamika Modern
Seiring dengan perkembangan zaman, praktik ritual ini tidak lepas dari kontroversi. Beberapa kalangan menganggapnya sebagai syirik atau tidak sesuai dengan ajaran agama modern. Di sisi lain, banyak yang memandangnya sebagai bagian tak terpisahkan dari budaya dan tradisi yang harus dilestarikan, bukan sebagai penyembahan melainkan sebagai bentuk penghormatan kepada alam dan warisan leluhur.
Dalam Pacu Jalur modern, peran dukun jalu mulai bergeser. Banyak tim yang kini lebih mengandalkan kekuatan fisik, teknik mendayung yang ilmiah, dan strategi tim yang terlatih. Namun, keyakinan akan kekuatan magis ini masih hidup kuat di hati banyak pelaku dan penonton. Banyak yang percaya bahwa di tengah persaingan yang begitu ketat, di mana kekuatan fisik semua tim hampir setara, faktor “X” inilah yang seringkali membuat perbedaan.
Warisan Budaya yang Tetap Abadi
Apakah Anda percaya atau tidak pada kekuatan mantra dan ritual tersebut, satu hal yang pasti: kehadiran Dukun Jalu telah menambah lapisan nilai dan kedalaman pada tradisi Pacu Jalur. Ia adalah simbol dari hubungan harmonis antara manusia, alam, dan keyakinan yang telah dibangun selama ratusan tahun.
Pacu Jalur tanpa misteri dan ritual ibarat makanan tanpa bumbu. Ia akan tetap ada, tetapi kehilangan citarasanya yang khas. Ritual dan aksi sang dukun inilah yang mengubah sebuah lomba dayung menjadi sebuah drama budaya yang epik, penuh dengan cerita, harapan, dan spiritualitas. Ia menjaga agar tradisi tidak hanya menjadi tontonan, tetapi tetap menjadi sebuah living culture yang menghormati setiap proses dan alam sebagai sumber kehidupannya.
Oleh karena itu, ketika Anda menyaksikan Pacu Jalur lain kali, perhatikanlah lebih dari sekadar perahu yang berlari. Rasakan energi magis di sekitarnya, hormati peran sang Tukang Riwayat, dan apresiasi warisan budaya tak benda yang begitu kaya yang masih bertahan di tengah derasnya arus modernisasi. Inilah keindahan sebenarnya dari Pacu Jalur.