Berita

Rizky Kabah Dilaporkan ke Polda Kalbar Usai Sebut Suku Dayak Penganut Ilmu Hitam

Malangtoday.id – Rizky Kabah memicu kemarahan publik setelah mengunggah video di depan Rumah Radakng, ikon budaya Dayak di Pontianak. Ia menyebut suku Dayak penganut ilmu hitam dan mengaitkan kesaktian dengan hal mistis. Konten itu langsung viral, menyebar cepat di media sosial, dan menimbulkan protes keras. Komunitas Dayak menilai pernyataan tersebut merendahkan martabat adat yang selama ini dijaga dengan kearifan lokal.

Reaksi Keras dari Masyarakat Dayak

Organisasi adat dan tokoh masyarakat Dayak segera turun tangan. Ketua Mangkok Merah Kalimantan Barat, Iyen Bagago, melapor ke Polda Kalbar untuk menuntut pertanggungjawaban. Ia menegaskan bahwa ucapan Rizky Kabah bukan sekadar candaan, tetapi penghinaan terhadap identitas suku Dayak. Adrianus Rumpe, tokoh Dayak lainnya, menambahkan bahwa Dayak hidup dengan ilmu pengetahuan dan tradisi luhur, bukan ilmu hitam seperti yang ditudingkan. Mereka menuntut klarifikasi terbuka dan proses hukum yang transparan.

Jalannya Proses Hukum di Polda Kalbar

Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kalbar menjadwalkan pemeriksaan terhadap Rizky Kabah. Kasus ini mengacu pada Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45A ayat 2 UU ITE tentang ujaran kebencian berbasis SARA, dengan ancaman pidana enam tahun penjara dan denda miliaran rupiah. Laporan juga mencakup pasal penghinaan dan pencemaran nama baik. Polisi menegaskan bahwa panggilan akan segera dilakukan agar penyidikan berjalan cepat.

Hukuman Adat Sebagai Tuntutan Tambahan

Selain jalur hukum negara, masyarakat adat menuntut pelaksanaan sanksi adat. Mekanisme Capa Molot diajukan agar Rizky Kabah memahami beratnya konsekuensi ketika menghina budaya. Hukuman adat dianggap penting untuk menjaga kehormatan leluhur sekaligus memberikan efek jera. Tokoh adat menyatakan bahwa penyelesaian hukum formal tidak cukup jika tanpa penghormatan terhadap adat.

Pelajaran dari Kasus Rizky Kabah

Kasus ini memberi peringatan keras bagi para kreator konten. Kebebasan berekspresi tidak boleh melukai martabat budaya atau menyebarkan stigma. Konten yang mengandung unsur SARA bisa berujung pada masalah hukum dan konflik sosial. Budaya Dayak merupakan warisan yang harus dihormati, bukan bahan lelucon. Masyarakat berharap kasus ini menjadi titik balik agar konten kreator lebih berhati-hati, sekaligus memperkuat kesadaran publik tentang pentingnya menjaga kerukunan antar suku.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button