BeritahukumSelebriti

Pandji Pragiwaksono Didesak Minta Maaf Usai Singgung Tradisi Toraja

malangtoday.id – Pada sebuah video singkat yang kini viral di media sosial, komika Pandji Pragiwaksono menyampaikan materi yang menyebut bahwa banyak warga Toraja jatuh miskin karena memaksakan diri menggelar pesta kematian tradisional.  Reaksi masyarakat Toraja pun datang dengan cepat. Banyak pihak menilai pernyataan tersebut tak sekadar guyonan, melainkan sebagai penghinaan terhadap nilai-nilai adat yang tinggi.

Kritik dari Komunitas Adat

Perhimpunan Masyarakat Toraja Indonesia (PMTI) Makassar memimpin protes melalui ketuanya, Amson Padolo, yang menegaskan bahwa tradisi Rambu Solo’ bukanlah “pesta kemewahan” sebagaimana Pandji gambarkan. Padolo menegaskan dua hal yang melukai masyarakat Toraja: ia menilai Pandji menuduh warga Toraja jatuh miskin karena pesta adat dan menggambarkan jenazah disimpan di ruang tamu atau di depan televisi. Ia menjelaskan bahwa masyarakat Toraja selalu menempatkan jenazah yang belum menjalani upacara di ruang khusus, bukan di ruang tamu biasa.

Penjelasan Tradisi yang Tersinggung

Dalam tradisi Toraja, upacara Rambu Solo’ menjadi bentuk penghormatan terakhir bagi orang yang meninggal dan melambangkan kekerabatan serta gotong royong. Masyarakat Toraja menilai pesta besar itu bukan wujud kemewahan, melainkan simbol solidaritas dan penghargaan terhadap kehidupan. Namun, video Pandji menampilkan kesan bahwa upacara itu membebani keuangan dan menyebabkan kemiskinan, pandangan yang mereka anggap salah dan merendahkan.

Tuntutan Permintaan Maaf Terbuka

Sejumlah komunitas budaya dan netizen menggerakkan tagar #PandjiMintaMaaf dan menuntut Pandji memberikan klarifikasi terbuka serta meminta maaf karena ucapannya melukai identitas budaya Toraja. Mereka menegaskan bahwa sebagai figur publik, Pandji memiliki tanggung jawab moral atas setiap pernyataan yang menyentuh ranah kebudayaan.

Isu Kebebasan Ekspresi vs Sensitivitas Budaya

Kasus ini memunculkan diskusi lebih luas tentang batas humor dan kepekaan terhadap budaya lain. Sebagai seorang komika, Pandji memiliki kebebasan berekspresi—namun warganet menyoroti bahwa guyonan yang terkait identitas suku, adat, atau tradisi harus mempertimbangkan konteks dan sensitivitas. Beberapa pengguna sosial menulis:

“Lucu buat dia, tapi menyakitkan buat kami.”

Masyarakat Toraja menekankan bahwa bagian dari tradisi mereka mempunyai makna spiritual yang dalam, bukan sekadar tontonan atau lelucon. Pihak adat berharap bahwa lelucon publik figur tidak memperkuat stereotip atau kesalahpahaman budaya.

Akibat dan Pelajaran ke Depan

Kontroversi ini menjadi pengingat bahwa dalam era viral, potongan video singkat dapat memicu reaksi luas dan cepat. Figur publik yang mengangkat unsur budaya atau adat harus siap menghadapi interpretasi yang berbeda dari kelompok yang bersangkutan.

Bila Pandji segera memberi klarifikasi dan permintaan maaf, langkah ini dapat menjadi momentum untuk dialog antara pelaku budaya pop dan komunitas adat. Bila tidak, gesekan dapat terus membara dan membentuk preseden kurang baik bagi penggunaan materi budaya sebagai bahan guyonan.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button