
KATHMANDU – Nepal kembali diguncang gejolak politik berdarah. Sebuah protes besar-besaran yang menuntut reformasi pemerintahan dan perubahan konstitusi berubah menjadi tragedi kemanusiaan setelah bentrokan dengan aparat keamanan memakan korban jiwa yang sangat besar. Data terbaru dari Kementerian Kesehatan Nepal menyatakan 51 orang tewas dan lebih dari 70 orang luka-luka, dengan puluhan di antaranya dalam kondisi kritis.
Tragedi ini merupakan insiden kekerasan politik paling mematikan dalam beberapa tahun terakhir di Nepal, mengingatkan dunia pada masa-masa kelam perang saudara negara tersebut.
Akar Permasalahan: Apa yang Memicu Protes?
Aksi unjuk rasa ini dipicu oleh rencana kontroversial pemerintah yang berkuasa untuk mengamandemen undang-undang yang dianggap oleh kelompok oposisi dan aktivis sebagai upaya memusatkan kekuasaan dan membungsu suara kritis. Kelompok pro-demokrasi, yang terdiri dari alliance partai oposisi, organisasi masyarakat sipil, dan mahasiswa, menuduh pemerintah melakukan tindakan otoriter dan mengingkari janji reformasi.
Tuntutan utama para pengunjuk rasa adalah:
-
Pencabutan RUU Amandemen yang dinilai tidak demokratis.
-
Pembubaran pemerintahan saat ini dan pembentukan pemerintahan transisi.
-
Pemilihan Umum yang adil dan bebas diawasi oleh pihak independen.
Kronologi Kerusuhan Berdarah
Aksi damai yang berlangsung di ibu kota Kathmandu dan beberapa kota besar lainnya mulai memanas ketika massa mencoba menerobos barikade yang mengamankan kawasan parlemen dan istana kepresidenan. Aparat keamanan yang sudah siaga tinggi kemudian melepaskan tembakan peringatan, gas air mata, dan menggunakan meriam air.
Namun, eskalasi terjadi saat kelompok tertentu dari massa diduga mulai melemparkan batu dan molotov ke arah barikade. Situasi makin tidak terkendali, dan laporan dari saksi mata menyebutkan aparat mulai menembakkan peluru tajam ke arah kerumunan, mengakibatkan korban jiwa berjatuhan. Video viral yang beredar di media sosial menunjukkan kepanikan dan suasana chaos di tengah asap gas air mata.
Respons Pemerintah dan Dunia Internasional
Perdana Menteri Nepal dalam pernyataannya menyampaikan duka citra yang mendalam namun membela tindakan aparat. Ia menyatakan bahwa tindakan tegas diperlukan untuk mencegah “kudeta dan anarki” serta melindungi institusi negara. Pemerintah telah mengumumkan pembentukan komisi penyelidikan independen untuk menyelidiki insiden tersebut.
Dunia internasional pun bereaksi. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan beberapa negara, termasuk India, Amerika Serikat, dan Inggris, menyerukan de-eskalasi dan dialog kepada semua pihak. Mereka mendesak agar penanganan korban dan proses penyelidikan dilakukan secara transparan dan akuntabel.
Kondisi Terkini dan Masa Depan Nepal
Saat ini, situasi di Kathmandu masih tegang namun mulai terkendali. Pemerintah menerapkan jam malam di beberapa wilayah dan membatasi akses internet untuk mencegah penyebaran informasi provokatif.
Tragedi ini meninggalkan luka yang dalam bagi bangsa Nepal. Keluarga korban menuntut keadilan, sementara analis politik khawatir insiden ini akan semakin mempolarisasi masyarakat dan menghambat stabilitas negara di kaki Himalaya tersebut. Masa depan Nepal sekali lagi digantungkan pada kemampuan elit politiknya untuk duduk bersama dan mencari solusi damai, bukan lagi dengan kekerasan.