BeritahukumPolitik

MKD Gelar Sidang Perdana Etik Untuk Sahroni, Uya Kuya & Empat Lainnya

malangtoday.id – Pada hari Senin, 3 November 2025, MKD melaksanakan sidang etik perdana yang menyoroti lima anggota DPR nonaktif. Sidang dipimpin oleh Ketua MKD ­Nazaruddin Dek Gam dan berlangsung di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta. Langkah ini menandai titik awal proses etik bagi para teradu — yakni Ahmad Sahroni, ‎Nafa Urbach, ‎Adies Kadir, ‎Eko Hendro Purnomo (Eko Patrio) dan ‎Surya Utama (Uya Kuya).

Tujuan utama sidang ini untuk menelisik rangkaian peristiwa yang mulai naik ke publik pada 15 Agustus hingga 3 September 2025.  MKD menghadirkan saksi dan ahli guna memperjelas duduk perkara.

Agenda Sidang dan Temuan Awal

MKD membuka sidang dengan agenda menghadirkan saksi dan pakar sosiologi serta hukum. Salah satu sorotan utama adalah aksi berjoget yang dilakukan di dalam sidang tahunan. Aksi tersebut dianggap oleh publik sebagai bentuk kurangnya keseriusan para legislator dalam menyikapi isu kenaikan gaji dan tunjangan.

MKD menegaskan bahwa pelanggaran etik bukan hanya soal jumlah tunjangan, melainkan juga soal citra, gestur dan pernyataan publik.

Fokus Terhadap Teradu

MKD menuduh Ahmad Sahroni karena pernyataannya yang tidak pantas dan menurunkan martabat lembaga. MKD juga melaporkan Adies Kadir karena komentarnya mengenai tunjangan anggota DPR yang menyesatkan publik. Nafa Urbach ikut terseret lantaran menyampaikan kesan hidup mewah dan tamak terkait kenaikan gaji dan tunjangan anggota DPR.

Sedangkan Eko Hendro Purnomo dan Surya Utama mendapat sorotan khusus atas aksi berjoget mereka dalam sidang tahunan lembaga legislatif yang berlangsung 15 Agustus 2025.

Dampak Publik dan Persepsi “Joget”

Dalam sidang, satu ahli mencatat bahwa publik lebih tersentuh oleh gestur “joget-joget” daripada angka tunjangan yang sebelumnya ramai diperbincangkan. Menurut catatan, masyarakat malah merasa kecewa bukan karena nominal tunjangan namun karena sikap para legislator yang kurang peka terhadap keadaan.

Aksi yang terlihat ringan seperti berjoget dalam ruang sidang legislatif kemudian menjadi simbol kelangkaan kepekaan terhadap beban publik. MKD memandang bahwa hal itu mencerminkan bagaimana citra lembaga bisa jatuh jika para wakil rakyat tidak menjaga etika dan tatakrama.

Instrumen dan Proses MKD

MKD mengundang saksi ahli dari berbagai latar — seperti kriminologi, sosiologi, analisis perilaku serta pakar persidangan. Pendekatan itu menunjukkan bahwa proses etik tidak semata-hukum formal, melainkan juga menyentuh persepsi publik, norma sosial, dan kredibilitas lembaga

Implikasi dan Catatan untuk DPR

Kasus ini membuka refleksi lebih luas bahwa anggota DPR harus lebih peka terhadap citra lembaga dan persepsi publik. Gerakan spontan seperti berjoget di sidang bisa memicu kritik keras dan merusak kepercayaan publik.

Publik kini mengamati bagaimana MKD menegakkan etik dan pelanggaran kode etik anggota DPR. Hasil sidang ini akan memberi sinyal bahwa lembaga legislatif serius dalam menjaga tata kelola internal dan moral publik.

Untuk para legislator, ini momentum evaluasi: bagaimana menjaga sikap, ucapan, dan gestur sesuai harapan publik. Untuk institusi DPR, ini ujian kredibilitas: apakah mereka bisa membuktikan komitmen terhadap aturan internal dan etika publik.

Kesimpulan

MKD menggelar sidang etik perdana terhadap lima anggota DPR nonaktif dan menandai babak baru dalam pengawasan internal legislatif. Lembaga itu menelusuri fakta di balik dugaan pelanggaran etik — mulai dari pernyataan publik hingga aksi berjoget — dan menegaskan pesan kuat bahwa para wakil rakyat harus menjaga sikap serta citra mereka di mata publik.

Masyarakat menuntut wakilnya menjaga kehormatan lembaga dan bertindak dengan kesungguhan. Bagaimana hasil akhirnya akan menentukan reputasi DPR dan kepercayaan publik terhadap wakil mereka.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button