
Malangtoday.id – Singapura belum mengakui Palestina sebagai negara merdeka sampai sekarang. Di parlemen, menteri luar negeri menyatakan bahwa pengakuan itu bersyarat.
Negara kota itu menetapkan kriteria utama: pemerintahan Palestina harus efektif, harus mengakui hak Israel untuk hidup berdampingan, dan harus menolak segala bentuk terorisme.
Berikut ini ulasan mengapa Singapura menahan pengakuan hingga sekarang:
1. Syarat pemerintahan efektif dan stabil
Singapura menyebut bahwa Palestina memerlukan pemerintahan yang mengatur wilayahnya secara nyata, baik Gaza maupun Tepi Barat.
Hingga saat ini, Palestina mengalami fragmentasi politik antara Otoritas Palestina di Tepi Barat dan Hamas di Gaza. Singapura menunggu kapan Palestina menyatukan pemerintahan dan mengendalikan seluruh wilayahnya.
Singapura menyebut bahwa pengakuan negara tidak akan berarti apa pun jika pemerintahan itu tidak mampu menjalankan fungsi dasar negara.
2. Pengakuan Israel dan penolakan terorisme
Singapura mengajukan bahwa Palestina harus mengakui Israel sebagai negara dan berhenti mendukung atau membiarkan aktivitas terorisme.
Poin itu sangat penting bagi Singapura, yang sangat menjunjung keamanan dan stabilitas regional. Pemerintah menegaskan bahwa pengakuan unilateral tanpa jaminan keamanan bisa memicu konflik baru.
Dengan tetap menahan pengakuan, Singapura berharap memotivasi dialog internasional dan proses perdamaian dua negara.
3. Pendekatan diplomatik dan kepentingan nasional
Singapura cermat dalam kebijakan luar negerinya. Dia menjaga hubungan baik dengan banyak negara, termasuk Israel.
Singapura menyatakan bahwa pengakuan Palestina “bukan soal apakah, melainkan kapan.”
Artinya, saat ini Singapura belum melihat kondisi cukup kuat untuk melangkah dan masih memantau perkembangan di Timur Tengah.
Singapura juga aktif mendukung pembangunan kapasitas Palestina lewat bantuan teknis dan pelatihan.
4. Perubahan sikap terkini
Pada Juli 2025, diplomat Singapura menyatakan negara itu “siap secara prinsip” mengakui Palestina asalkan kondisi yang diinginkan terpenuhi.
Pada September 2025, Menteri Luar Negeri Vivian Balakrishnan menegaskan bahwa Singapura akan mengakui Palestina bila syarat seperti pemerintahan efektif, pengakuan Israel, dan penolakan terorisme terpenuhi.
Ia menambahkan bahwa pengakuan unilateral tanpa landasan kuat bisa merusak solusi dua negara yang selama ini diupayakan.
5. Tantangan yang harus dilalui
Beberapa tantangan konkret menghambat pengakuan itu:
-
Koordinasi politik internal Palestina antara Otoritas Palestina dan Hamas.
-
Kepastian keamanan agar negara Palestina tidak menjadi basis konflik.
-
Kepatuhan terhadap hukum internasional dan komitmen terhadap proses perdamaian.
-
Tekanan diplomatik dari negara-negara kuat yang punya kepentingan di kawasan.
Singapura melihat bahwa pengakuan tanpa jaminan proses perdamaian akan membahayakan stabilitas regional dan reputasi internasionalnya sendiri.
Kesimpulan
Singapura menahan pengakuan terhadap Palestina bukan karena penolakan total pada kemerdekaan Palestina. Singapura mengaku bahwa pengakuan itu akan datang bila syarat-syarat kritis terpenuhi: pemerintahan efektif, pengakuan Israel, dan penolakan terorisme.
Khususnya sekarang, dengan dinamika geopolitik yang berubah, Singapura menyatakan bahwa pengakuan Palestina adalah “bukan masalah jika, tetapi kapan.” Pemerintah terus memantau situasi dan menyiapkan langkah diplomatik jika kondisi mendukung.