
malangtoday.id – Banjir yang menyambangi Kota Malang pada Kamis (4/12/2025) muncul di 39 titik sekaligus. Pakar teknik pengairan dari UB, Muhammad Bisri, menilai akar masalah bukan hanya hujan deras semata, melainkan perubahan demografis dan pemanfaatan lahan tanpa kontrol.
Menurut Bisri, meski data resmi menyebut penduduk kota sekitar 850 ribu jiwa, jumlah riil bisa jauh lebih besar — diperkirakan mencapai 1,2 hingga 1,5 juta jiwa. Lonjakan ini dipicu arus mahasiswa dan pekerja yang datang dari luar. Kebutuhan hunian, kantor, rumah sakit, dan fasilitas lain kian meningkat; konsekuensinya: kawasan resapan air terus menyusut.
Bangunan dan aspal menutup tanah secara masif. Dalam teori hidrologi, koefisien pengaliran (C) kini mendekati angka 1 — artinya hampir seluruh air hujan langsung mengalir ke permukaan tanpa meresap ke tanah. Hujan deras sedikit saja mampu memicu limpasan besar.
Alih Fungsi Lahan & Minimnya Ruang Resapan
Perubahan fungsi lahan — dari area terbuka hijau atau persawahan menjadi kompleks perumahan, kampus, kafe, dan gedung — menggerus ruang resapan secara masif. Aktivitas pembangunan ini sering terjadi tanpa memperhatikan keseimbangan tata guna lahan dan aspek lingkungan. Banyak titik yang dulunya menyerap air kini tertutup beton.
Akibatnya, sistem alamiah yang menyerap air hujan — seperti tanah, taman, atau sumur resapan — lenyap total. Air hujan pun tak punya tempat menyatu kembali ke tanah; ia meluncur deras ke jalan, got, dan saluran drainase.
Sistem Drainase Tidak Mampu Tampung Beban
Di banyak area Kota Malang, drainase yang ada saat ini gagal mengantisipasi volume air limpasan. Bahkan ada saluran air yang justru tertutup oleh bangunan warga — drainase dikeruk untuk melebarkan rumah, sehingga air tak bisa mengalir sesuai fungsi semula.
Selain itu, saluran air tersumbat sampah dan sedimen. Warga melaporkan saluran yang dulu bisa menampung limpasan kini meluap karena endapan dan tumpukan sampah.
Kondisi itu diperparah saat hujan deras: drainase luruh, saluran tersumbat, dan air langsung menggenang di jalan serta permukiman. Banjir pun tak terelakkan.
Apa Kata Akademisi: Empat Solusi Konkret
Untuk menekan risiko banjir, Prof. Bisri mengusulkan empat langkah strategis:
-
Kendalikan pertumbuhan penduduk — terutama arus masuk warga dari luar kota. Pemerintah perlu membatasi alih fungsi lahan sembarangan.
-
Perketat pengelolaan tata guna lahan. Hindari pembangunan di atas area resapan. Pertahankan ruang terbuka hijau dan area hijau kota.
-
Realisasikan masterplan drainase kota segera. Saluran harus dirancang ulang, diperlebar, dan dirawat secara berkala
-
Galakkan kembali budaya gotong-royong: Bersihkan saluran air, hindari membuang sampah sembarangan, dan aktifkan partisipasi warga sebelum musim hujan.
Sebagai solusi jangka panjang, UB tengah mengembangkan sistem drainase inovatif: Saluran Drainase Berbasis Sumur Injeksi (SDBSI). Sistem ini memungkinkan air hujan tidak langsung mengalir ke jalan, melainkan diserap ke tanah lebih dalam. Bila berhasil, limpasan bisa jauh berkurang.
Banjir Bukan Lagi Musiman — melainkan Krisis Tata Kota
Berkaca pada analisis akademisi dan kondisi terkini, banjir di Malang kini bukan sekadar fenomena cuaca ekstrim. Banjir mencerminkan krisis tata kota akibat urbanisasi cepat, lemahnya pengelolaan lahan, serta drainase dan ruang resapan yang hilang. Fakta bahwa sebagian besar area resapan telah berubah fungsi menunjukkan bahwa masalah ini bersifat struktural dan sistemik.
Jika tidak ada perubahan serius — dari kebijakan, tata kota, hingga perilaku warga — kota menghadapi siklus banjir yang semakin parah dan semakin rutin.
Kesimpulan
Banjir Malang 2025 membuka tabir masalah besar: lonjakan penduduk dan urbanisasi tanpa kontrol menyebabkan hilangnya ruang resapan. Drainase pun gagal menampung limpasan hujan. Akademisi UB menekankan urgensi solusi menyeluruh — pengendalian lahan, drainase modern, dan partisipasi aktif warga. Jika semua elemen bergerak bersama, Malang punya kesempatan jangka panjang untuk mengubah kota dari zona rawan banjir menjadi kota yang tangguh menghadapi hujan deras.




