
malangtoday.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Kepala Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara, Albertinus Parlinggoman Napitupulu, dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Kalimantan Selatan pada 18 Desember 2025. KPK juga menetapkan dua jaksa lainnya sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dan pemerasan selama proses penegakan hukum di Kejari setempat. OTT ini menjadi salah satu tindakan keras KPK di penghujung 2025 untuk menindak pejabat yang diduga merusak integritas aparat penegak hukum.
KPK menyatakan total uang yang diduga mengalir kepada tiga pejabat tersebut mencapai lebih dari Rp 2,63 miliar. Rinciannya, Kepala Kejari menerima sekitar Rp 1,5 miliar, Kepala Seksi Intelijen menerima Rp 63,2 juta, sedangkan Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara mendapat Rp 1,07 miliar.
Modus Operandi dan Aliran Dana Korupsi
KPK mengungkapkan bahwa penerimaan uang tidak sah oleh Kepala Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara berasal dari pemerasan dan pemotongan anggaran di lingkungan kejaksaan. Albertinus diduga memerintahkan perantara mengumpulkan uang dari berbagai pihak yang berurusan dengan Kejari. Kepala Kejari menerima total Rp 1,5 miliar selama periode tertentu pada 2025.
Peran dan Tanggung Jawab Jaksa dalam Kasus Ini
Kasi Intelijen, Asis Budianto, menerima Rp 63,2 juta dari perantara yang mengumpulkan uang untuk Kepala Kejari selama Februari–Desember 2025. Beberapa pihak yang memiliki kepentingan di Kejari Hulu Sungai Utara menyerahkan uang tersebut.
Sementara itu, Kasi Datun, Tri Taruna Fariadi, menerima Rp 1,07 miliar secara pribadi. Jumlah ini berasal dari pembayaran oleh mantan Kepala Dinas Pendidikan Hulu Sungai Utara senilai Rp 930 juta pada 2022 serta tambahan Rp 140 juta dari rekanan pada 2024. Penerimaan ini terjadi di luar peran sebagai perantara Kepala Kejari.
KPK pun menyatakan bahwa bukti-bukti tersebut menunjukkan bahwa dua jaksa ini aktif menerima aliran dana ilegal dalam jangka waktu yang cukup panjang, bukan hanya sekali atau dua kali.
Proses Penangkapan dan Status Tersangka
KPK melakukan OTT di Hulu Sungai Utara pada 18 Desember 2025 dan menangkap enam orang, termasuk tiga pejabat Kejari. KPK langsung menahan dua jaksa setelah menetapkan mereka sebagai tersangka dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih Jakarta. Penyidik membawa Albertinus dan Asis mengenakan rompi tahanan ke sel.
Namun, Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara, Tri Taruna, kabur saat OTT berlangsung. KPK kini intensif memburu tersangka yang masih menjadi daftar pencarian orang (DPO) tersebut. Penyidik terus melakukan koordinasi dengan instansi terkait dan keluarga tersangka guna segera menangkap yang bersangkutan.
Reaksi Publik dan Tantangan Penegakan Hukum
Penangkapan pejabat penegak hukum ini memicu reaksi keras dari masyarakat dan berbagai pihak yang menilai praktik korupsi di lembaga penegak hukum menunjukkan tantangan besar dalam mempertahankan integritas. Kasus ini kembali membuka perdebatan tentang bagaimana sistem pengawasan internal di lembaga hukum berjalan dan bagaimana KPK tetap bisa menegakkan hukum tanpa pandang bulu.
Implikasi Lebih Luas bagi Sistem Peradilan
Kasus OTT di Kejari Hulu Sungai Utara ini berimplikasi serius bagi citra lembaga kejaksaan. Publik menuntut agar reformasi internal berjalan lebih baik agar kejadian serupa tidak terulang. Komunitas antikorupsi menyerukan pemerintah memperkuat mekanisme pengawasan terhadap penegak hukum, termasuk memperketat mekanisme pelaporan dan audit internal.



