banjirbencanaBeritaSelebriti

Ferry Irwandi Bantah Tuduhan Sebar Hoaks Pelecehan di Lokasi Bencana: “Saya Difitnah Serentak”

malangtoday.id – Ferry Irwandi angkat bicara secara tegas setelah namanya terseret tuduhan menyebarkan hoaks pelecehan seksual di lokasi bencana di Sumatra. Ia menyebut tuduhan tersebut sebagai “fitnah serentak” — narasi berbeda namun menyerang dirinya dengan skenario yang sama. Ia mendesak media untuk segera menarik atau mengklarifikasi laporan yang menyudutkan dirinya.

Ferry menegaskan bahwa selama ini ia tidak pernah mengklaim bahwa pemerintah “tutup mata” terhadap bencana. Tuduhan tersebut sama sekali tidak ia lontarkan. Ia juga menjelaskan bahwa cerita pelecehan muncul spontan dari penelepon saat sesi live-stream penggalangan dana, bukan dari konten resmi yang ia unggah. Karena itu, Ferry menolak keras penyebutan bahwa ia mempolitisasi derita korban bencana.

Bantuan Nyata untuk Korban Bencana — Fakta vs Tuduhan

Sebelumnya, Ferry bersama tim relawan menyalurkan bantuan logistik senilai miliaran rupiah ke korban banjir dan longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat — wilayah yang terdampak 2025 Sumatra floods and landslides. Bantuan itu dikirim melalui jalur yang difasilitasi aparat, termasuk melalui udara oleh Polri.

Saat pembagian bantuan di lapangan, Ferry sempat terlihat emosional, bahkan menangis haru mendengar terima kasih dari warga korban bencana.

Aksi ini menjadi bukti bahwa upayanya lebih dari sekadar konten — ia turut bergerak langsung membantu korban. Banyak pihak sempat memuji kecepatan dan komitmennya dalam membantu masyarakat terdampak.

Kritik dari Publik dan Ahli: “Narasi Tanpa Verifikasi Itu Bahaya”

Meski Ferry menyumbang bantuan nyata, narasinya soal dugaan pelecehan di lokasi bencana menuai reaksi keras dari para ahli, tokoh masyarakat, dan organisasi korban.

  • Veritas Institut menyebut narasi Ferry berisiko melukai korban secara psikologis dan menyesatkan publik. Mereka menekankan bahwa isu kekerasan seksual tergolong sangat sensitif dan tidak boleh disebarkan tanpa data serta verifikasi resmi.

  • IKKPS juga mengecam pernyataan Ferry. Mereka menilai narasi itu tidak hanya tidak peka, tetapi berpotensi memperdalam trauma penyintas bencana, terutama perempuan dan anak-anak.

  • Pakar komunikasi publik dari Universitas Esa Unggul Indonesia, Syurya Muhammad Nur, menyebut penyebaran isu horor tanpa verifikasi sebagai pelanggaran etika komunikasi. Dalam kondisi darurat seperti bencana, menurutnya ruang publik harus dipenuhi empati, solidaritas, dan edukasi — bukan sensasionalisme.

Banyak kritikus meminta agar jika memang ada dugaan tindak pidana (seperti kekerasan seksual), jalur yang benar bukan melalui konten media sosial, melainkan pelaporan resmi ke aparat penegak hukum.

Dampak dari Tuduhan: Fokus Penanganan Bencana Terganggu

Tuduhan hoaks terhadap Ferry tidak hanya menyerang kredibilitasnya, tapi bisa berpotensi mengganggu upaya bantuan dan penanganan bencana. Banyak pihak menilai bahwa narasi negatif itu bisa menimbulkan keresahan, stigma, dan trauma baru bagi masyarakat penyintas.

Mereka yang menyebarkan narasi tanpa verifikasi seakan membajak tragedi kemanusiaan untuk kepentingan sensasionalisme. Kondisi darurat dan krisis seharusnya jadi momentum solidaritas, bukan panggung untuk mencari popularitas dengan menyebar kabar yang belum terbukti.

Ferry Meminta Klarifikasi dan Media Profesionalisme

Menanggapi arus kritik dan tuduhan, Ferry meminta semua media yang telah memberitakan tuduhan tersebut untuk menarik atau mengklarifikasi ulang isi pemberitaan.

Ia berharap ruang publik kembali pada fungsi utamanya: menyebarkan informasi akurat, membantu korban bencana, dan membangun solidaritas — bukan menyebar ketakutan dan fitnah.

Kenapa Kasus Ini Penting untuk Kita Ikuti

  1. Kasus ini menunjukkan betapa sensitif isu kekerasan seksual — melempar narasi tanpa verifikasi bisa menyebabkan trauma tambahan bagi korban.

  2. Situasi bencana memerlukan informasi yang akurat dan empatik. Sensasionalisme bisa memperburuk kondisi korban dan memicu kepanikan.

  3. Media dan konten kreator punya tanggung jawab besar dalam menghadirkan fakta, bukan spekulasi — terutama ketika masyarakat sedang rentan.

  4. Publik butuh literasi digital: sebelum mempercayai atau menyebar informasi, penting memastikan sumber dan keakuratan data.

Kesimpulan

Ferry Irwandi secara tegas membantah tuduhan bahwa dirinya menyebarkan hoaks pelecehan seksual di lokasi bencana. Ia menyebut tuduhan itu fitnah bersama, berasal dari narasi seragam yang tidak berdasar. Di satu sisi, kontribusinya nyata lewat bantuan logistik untuk korban bencana. Di sisi lain, penyebaran isu sensitif tanpa verifikasi memantik kritik keras dari para ahli, korban, dan masyarakat. Media dan konten kreator punya tanggung jawab moral besar — jangan lewatkan empati demi sensasi.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button